Senin, 13 November 2017

Kesimpulan

Dari uraian yang cukup panjang lebar di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa hal sehubungan dengan kerasukan setan dan gangguan kejiwaan sebagai berikut:

- Secara teoritis kita bisa memilah-milah perbedaan dan persamaan antara kerasukan setan dengan gangguan kejiwaan, karena ciri-cirinya bisa diidentifikasikan.

Dalam praktek, identifikasi dan diferensiasi antara kedua kondisi di atas tidaklah semudah dan sesederhana teorinya. Dalam teori kita bisa dengan mudah memilah-milah karena berdasarkan data kasus yang sudah terjadi. Namun di dalam kenyataan, seringkali terjadi data text book tidak sesuai dengan fenomena yang dihadapi, karena kita tidak berhadapan dengan benda mati melainkan dengan roh-roh jahat yang memiliki personalitas.

Semua data tentang perbedaan atau persamaan antara gejala-gejala kerasukan dengan gangguan kejiwaan hanya berfungsi sebagai alat bantu. Dalam kenyataan, kita akan diperhadapkan dengan banyak fenomena yang asing, kabur, dan kompleks yang tidak akan mungkin dipecahkan dengan data yang kita miliki. Dalam kondisi demikian peranan Roh Kudus untuk mengaruniakan kemampuan membedakan roh sangatlah kita butuhkan.

Tentang kerasukan 2

Kerasukan Setan dan Eksorsisme

oleh: P. William P. Saunders *

Saya menonton film “Exorcist”. Dapatkah setan benar-benar merasuki seseorang? Apakah Gereja sungguh mempraktekkan eksorsisme?
~ seorang siswa menengah di Sterling

Setan dan roh-roh jahat memang sungguh dapat merasuki seseorang. Kata “eksorsisme” berasal dari kata Latin “exorcizare” yang berarti “mengusir” atau “menghalau”. Dalam Perjanjian Baru diceritakan beberapa kisah kerasukan setan dan Tuhan kita melakukan eksorsisme atau mengusir setan-setan dan roh-roh jahat tersebut. Sebagai contoh, Yesus mengusir roh-roh jahat (yang menyebut diri sebagai “Legion”) di Gerasa. Orang yang kerasukan roh jahat itu begitu kuat hingga dapat memutuskan rantai yang membelenggunya serta menghancurkannya. Pada akhirnya, roh-roh jahat itu memasuki kawanan babi serta membinasakan mereka (bdk Mrk 5:1-20). Dalam setiap kisah pengusiran setan, kita melihat bahwa Kristus dengan penuh kemenangan menaklukkan iblis dan roh-roh jahat.

Kristus juga memberikan kuasa kepada para Rasul untuk mengusir roh-roh jahat dalam nama-Nya, “Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan” (Mat 10:1). Praktek eksorsisme dicatat dalam tulisan-tulisan para Bapa Gereja awali, termasuk St Yustinus, Martir (wafat 165), Tertulianus (wafat 230) dan St Sirilus dari Yerusalem (wafat 386). Sepanjang abad, Gereja mendokumentasikan dengan baik kasus-kasus kerasukan setan dan eksorsisme, termasuk kasus yang menjadi dasar cerita film “Exorcist” (walau baik Hollywood maupun bukunya tidak mengisahkannya tepat seperti fakta yang sesungguhnya).

Berdasarkan data biblis dan dasar historis seperti di atas, kita dapat membahas masalah ini dengan lebih baik. Pastor Jordan Aumann, O.P., seorang professor teologi spiritual yang terkemuka, menawarkan definisi sebagai berikut, “Kerasukan setan merupakan suatu fenomena di mana setan memasuki tubuh seorang yang hidup serta menggerakkan pancaindera dan anggota-anggota tubuhnya seolah ia menggunakan tubuhnya sendiri. Setan sungguh tinggal dalam tubuh korban yang malang; setan mengendalikan serta memperlakukannya sebagai miliknya sendiri. Mereka yang menderita akibat dimasuki secara paksa oleh setan disebut kerasukan setan” (Spiritual Theology, 408). Walau demikian, jiwa orang tidak dapat dimasuki atau dikuasai, dan dengan demikian tetap bebas; dalam arti, jiwa - yaitu orang itu sendiri - bagaikan dalam keadaan melayang. Paus Benediktus XIV dalam pengajarannya “De servorum Dei beatificatione, et beatorum canonizatione” memaklumkan, “Roh-roh jahat, dalam diri orang yang mereka rasuki, bagaikan motor dalam tubuh yang mereka gerakkan, namun dengan suatu cara yang begitu rupa hingga roh-roh jahat itu tak dapat menanamkan suatu sifat apa pun pada tubuh atau memberinya suatu bentuk eksistensi baru, ataupun, tepatnya, menjadi suatu makhluk tunggal, bersama orang yang dirasukinya.”

Dalam menentukan apakah seseorang dirasuki oleh setan atau roh-roh jahat, Gereja akan pertama-tama memastikan bahwa orang tersebut menjalani pemeriksaan jasmani dan kejiwaan yang seksama. Para pejabat Gereja juga akan berusaha mendapatkan tanda-tanda lain: fenomena fisik yang tak dapat dijelaskan, misalnya orang melayang atau benda-benda bergerak tanpa sebab yang jelas; orang memperlihatkan kekuatan yang melampaui batas wajar; orang mengerti dan mempergunakan bahasa-bahasa kuno yang sebelumnya sama sekali tak dikenalnya, seperti berbicara dalam bahasa Aram; orang mengetahui rahasia hidup pribadi tertentu, khususnya sang eksorsis (= pengusir setan), yang tak mungkin diketahui orang lain. Tanda lainnya adalah orang dengan keras menolak Tuhan, Bunda Maria, para kudus, salib dan gambar-gambar kudus yang diwujudkannya dalam bentuk kata-kata hujat atau tindakan-tindakan sakrilegi. Setan juga menyatakan kehadirannya melalui tindakan-tindakan angkara murka dan kekerasan, serta melalui hujat, sakrilegi, kata-kata jorok dan cabul. Uskup akan memberikan wewenang eksorsisme hanya setelah pemeriksaan yang seksama dan pertimbangan yang matang atas segala bukti, dan kemudian menunjuk seorang imam guna melakukan eksorsisme.

Ritual Romawi menetapkan suatu Ritus Eksorsisme yang meliputi serangkaian doa, berkat dan seruan pengusiran setan. (Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen menerbitkan revisi ritual eksorsisme pada tanggal 26 Januari 2000, dengan sepersetujuan Paus Yohanes Paulus II). Perlengkapan senjata kudus yang dipergunakan dalam suatu eksorsisme meliputi: menerima Sakramen Tobat, menyambut Komuni Kudus, puasa dan doa (teristimewa mendaraskan rosario), penggunaan sakramentali (seperti memberkati dengan air suci, menghadirkan salib atau gambar-gambar religius lainnya), memberkati dengan reliqui para kudus, serta menyerukan nama Tuhan Yesus, Santa Perawan Maria dan Santo Mikhael. Guna menegaskan kuasa sakramentali, St Theresia dari Avila dalam Buku Riwayat Hidupnya mengatakan, “Seringkali kualami bahwa tak ada yang membuat iblis lari terbirit-birit - tanpa pernah kembali lagi - selain dari air suci” (Bab 31); ia mengajarkan bahwa setan tak dapat tahan akan nama Yesus, salib dan air suci. Ritual eksorsisme diulangi hingga setan berhasil diusir keluar dari orang yang kerasukan, kemudian eksorsis memohon kepada Tuhan untuk jangan pernah mengijinkan setan merasuki orang itu lagi.

Sepanjang peristiwa kerasukan dan bahkan saat eksorsisme, orang yang bersangkutan tak hanya mengalami masa-masa krisis di mana pergulatan dengan iblis tampak nyata, melainkan mengalami juga masa-masa tenang di mana orang mengira bahwa kerasukan telah berakhir. Yang menarik, setelah eksorsisme, orang yang kerasukan tak lagi ingat akan apa yang terjadi selama ia dirasuki setan.

Mengapakah Tuhan membiarkan setan merasuki seseorang? Kita patut ingat bahwa kita semua berjuang melawan godaan-godaan dari penguasa dunia ini. Bagaimanapun, kita adalah korban-korban tak berdaya dari dosa asal dan kita membutuhkan rahmat Tuhan untuk melakukan segala yang baik dan kudus. Ketika ritual eksorsisme yang baru diterbitkan, Kardinal Medina, Prefect Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen memaklumkan dengan sangat tegas, “… Saya hendak menegaskan bahwa pengaruh jahat setan dan para pengikutnya biasanya dilakukan melalui dusta dan kebimbangan. Yesus adalah Kebenaran; iblis adalah bapa segala dusta. Ia memperdayakan umat manusia dengan membuat manusia percaya bahwa kebahagiaan didapatkan dalam harta, kuasa atau keinginan daging. Ia memperdayakan manusia agar berpikiran bahwa mereka tidak membutuhkan Tuhan, bahwa rahmat dan keselamatan tidaklah perlu. Ia bahkan memperdayakan manusia dengan menyamarkan perasaan berdosa atau bahkan melenyapkannya sama sekali; ia menggantikan hukum Tuhan sebagai patokan moral dengan adat atau kebiasaan mayoritas.” Karenanya, para penulis rohani beranggapan bahwa orang rentan terhadap kerasukan yang demikian, melalui, misalnya, gaya hidup yang mengakibatkan dosa berat, biasa melakukan kejahatan, berhasrat mengenal ilmu gaib dan terpikat oleh bentuk-bentuk spiritisme, magi dan sihir. Sebagai contoh, dalam kisah nyata yang menjadi dasar dari kisah “The Exorcist”, si anak, sebelum kerasukan, biasa ikut serta dalam praktek memanggil roh-roh orang mati yang dilakukan oleh bibinya, dan ia sendiri mulai bermain jaelangkung.

Mengapakah setan merasuki seseorang? Dalam buku “The Exorcist”, imam senior, Pastor Merrin, berbicara kepada Pastor Karras muda yang bertanya kepadanya, “Mengapakah gadis ini? Sama sekali tak masuk akal.” Pastor Merrin, seorang eksorsis yang berpengalaman, menjawab, “Aku pikir, tujuannya adalah membuat kita putus asa - melihat diri kita sendiri sebagai binatang yang buruk, menolak kemungkinan bahwa Tuhan dapat mengasihi kita.” Walau teks ini adalah fiksi, namun demikian pesan yang disampaikannya benar. Entah melalui kengerian dosa atau kerasukan, setan hendak mematahkan keyakinan kita bahwa Tuhan mengasihi kita lebih dari yang dapat kita bayangkan dan Tuhan bahkan bersedia mengampuni dosa apapun, asal saja kita menyesalinya dengan sungguh. Kita wajib terus-menerus berpaling kepada Allah kita, biarlah mata kita menatap lekat kepada-Nya. Kita wajib mendayagunakan perlengkapan rahmat yang Tuhan percayakan kepada Gereja-Nya, teristimewa Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi, sakramentali, seperti salib dan air suci. Doa setiap hari juga sangatlah penting, termasuk mendaraskan Doa kepada Malaikat Agung St Mikhael. Kita memiliki pengharapan yang besar, sebab Tuhan kita adalah “jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6) yang “telah mengalahkan dunia” (Yoh 16:33). Cinta kasih Allah akan senantiasa menaklukkan yang jahat.             

“The Exorcist”, baik versi buku maupun film, bertolak dari suatu kisah nyata kerasukan setan. Kita patut ingat bahwa buku, dan terutama film, memiliki unsur-unsur ala “Hollywood” yang sensasional, yang adalah fiksi belaka.

Kisah nyata yang sebenarnya bermula pada bulan Januari 1949, melibatkan seorang anak laki-laki berusia 13 tahun bernama Robbie yang tinggal bersama kedua orangtua serta neneknya di Mt. Rainier, Md (Beberapa sumber menyebutkan bahwa keluarga tersebut sebenarnya tinggal dekat Cottage City; mungkin, pihak yang berwajib bermaksud merahasiakan tempat kejadian yang sesungguhnya guna melindungi si anak). Robbie sangat akrab dengan bibinya yang seringkali mengunjungi keluarga mereka dari St. Louis, Mo. Bibinya itu seorang medium yang biasa berhubungan dengan dunia roh. Tidak saja bibinya itu membangkitkan minat Robbie akan praktek gaib ini, melainkan ia juga mengajarinya bagaimana bermain jaelangkung.

Fenomena ganjil mulai terjadi pada tanggal 10 Januari 1949. Keluarga tersebut mendengar bunyi cakaran di dinding-dinding, tetapi para petugas pembasmi tidak mendapati bukti akan adanya binatang maupun serangga pengganggu. Barang-barang bergerak dengan sendirinya: meja akan terbalik, kursi akan bergerak melintasi ruangan, jambangan akan terbang di udara dan lukisan Kristus akan bergetar. Malam hari, Robbie merasakan cakaran-cakaran di tempat tidurnya; kerap kali ia diganggu mimpi-mimpi buruk.

Sesudah kematian bibinya yang tiba-tiba pada tanggal 26 Januari, Robbie terus bermain jaelangkung untuk berkomunikasi dengannya dan dengan roh-roh lainnya. Fenomena ganjil juga terus berlanjut. Di samping itu, perangai Robbie berubah - ia menjadi kacau, gelisah dan cepat marah.

Pada bulan Februari, orangtuanya mengajak Robbie menemui pendeta Lutheran mereka, Rev. Schulze. Karena minatnya pada ilmu gaib, pendeta berpikiran bahwa mungkin suatu roh jahat sedang mengganggu keluarga tersebut. Rev Schulze mengijinkan Robbie pindah ke rumahnya untuk pemeriksaan selama beberapa hari lamanya. Pendeta melihat sendiri kursi-kursi dan benda-benda lain bergerak dengan sendirinya. Melihat tempat tidur bergoncang, ia memindahkan kasurnya ke atas lantai, di mana kasur lalu meluncur dengan sendirinya. Rev Schulze menjadi curiga akan kehadiran roh jahat.

Sesuai saran Rev Schulze, keluarganya membawa Robbie ke Klinik Kejiwaan Universitas Maryland untuk menjalani pemeriksaan. Setelah dua rangkaian pemeriksaan, tak ditemukan suatupun yang abnormal. Rev Schulze kemudian menyarankan keluarga tersebut untuk menghubungi imam Katolik setempat.

Robbie dan kedua orangtuanya menemui Pastor Hughes dari Gereja Katolik St Yakobus di Mt. Rainier. Sementara bertanya jawab dengan Robbie, Pastor Hughes melihat telepon dan benda-benda lain dalam kamar kerjanya bergerak dengan sendirinya. Robbie juga melontarkan kata-kata jorok dan hujat pada imam dalam suara yang aneh, seperti suara roh jahat. Ruangan menjadi ngeri serta menyeramkan. Pastor Hughes yakin bahwa Robbie kerasukan setan. Setelah mempelajari fakta dan juga catatan kesehatan yang ada, Kardinal O'Boyle menyetujui dilakukannya eksorsisme.

Robbie dibawa ke Rumah Sakit Georgetown di mana Pastor Hughes memulai ritual eksorsisme. Anak laki-laki itu menjadi buas, meludah dan muntah-muntah. Ia melontarkan kata-kata jorok dan hujat kepada Pastor Hughes. Walau dibelenggu di atas tempat tidur, Robbie berhasil melepaskan diri dan mencabut sebuah pegas logam yang ia cambukkan kepada Pastor Hughes dari bahu kiri hingga ke pergelangan tangannya. Dibutuhkan seratus jahitan guna menutup luka menganga di tubuh imam. Robbie tampak tenang setelah melakukan serangan ini, tak ingat akan aniaya yang ia lakukan. Robbie dilepaskan dan dihantar pulang.

Peristiwa aneh segera terjadi kembali di rumah mereka. Suatu malam, ketika Robbie sedang merapikan tempat tidurnya, tiba-tiba ia menjerit. Suatu kata berdarah telah digoreskan pada dadanya: Louis. Ibunya bertanya apakah ini artinya “St Louis”, dan suatu kata berdarah lainnya muncul: ya.

Hampir seketika itu juga, keluarga mereka berangkat untuk mengunjungi sepupu Robbie di St Louis. Fenomena ganjil yang sama mulai terjadi. Sepupunya, seorang mahasiswi di Universitas St Louis, membicarakan hal tersebut kepada salah seorang imam professor, Pastor Bishop, S.J. Imam kemudian menghubungi salah seorang sahabatnya, Pastor Bowdern, S.J., imam dari Gereja St Fransiskus Xaverius.

Kedua imam dan seorang frater Yesuit pergi mewawancarai Robbie pada tanggal 9 Maret 1949. Mereka melihat cakaran zig-zag berdarah pada dada anak itu. Mereka mendengar bunyi-bunyi cakaran. Mereka melihat sebuah lemari buku yang besar bergerak dan berputar dengan sendirinya, dan sebuah bangku bergerak melintasi ruangan. Tempat tidur Robbie bergoncang sementara ia berbaring di atasnya. Ia mencecarkan kata-kata jorok dan hujat kepada mereka. Para imam ini tahu bahwa mereka sedang berhadapan dengan si jahat.

Mereka mengajukan permohonan kepada Kardinal Ritter agar diijinkan melakukan eksorsisme. Setelah memeriksa semua bukti yang ada termasuk hasil pemeriksaan medis dan psikiatris, Bapa Kardinal mengabulkan permohonan mereka pada tanggal 16 Maret.

Sementara para imam memulai Ritus Eksorsisme, Robbie menjadi buas. Ia mengeluarkan suara lolongan dan geraman. Ranjang bergoncang turun naik. Di dadanya muncul cakaran-cakaran berdarah dengan kata-kata neraka dan iblis, dan bahkan gambar setan. Robbie meludahi para imam sementara ia mencecarkan kata-kata jorok dan hujat, sembari sesekali tertawa keji.

Demi keselamatannya sendiri dan keluarga, Robbie kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Alexian Brothers dan ditempatkan dalam bangsal sakit jiwa. Pastor Bowdern terus melanjutkan eksorsisme. Dengan persetujuan keluarga, Robbie dibaptis Katolik. Ketika Pastor Bowdern berusaha memberinya Komuni Kudus-nya yang Pertama, lima kali Robbi meludahi Hosti Kudus; maka mereka berhenti untuk mendaraskan Rosario, dan pada akhirnya Robbie menyambut Ekaristi Kudus.

Pada tanggal 18 April, Senin Paskah, eksorsisme mencapai puncaknya. Sementara Pastor Bowdern melanjutkan ritual, setan mengenali kehadiran Malaikat Agung St Mikhael; roh jahat itu dihalau keluar dari Robbie. Suatu suara seperti ledakan terdengar menggema di seluruh rumah sakit. Setelah segala aniaya roh jahat ini, Robbie sama sekali tak ingat akan peristiwa kerasukan setan ini, kecuali penampakan St Mikhael. Yang menarik, The Washington Post pada tanggal 20 Agustus 1949 memuat berita di halaman depan dengan judul, “Imam Membebaskan Seorang Anak Mt. Rainier yang Dilaporkan Berada dalam Cengkeraman Iblis.”

Sudah pasti, kisah ini amat menyeramkan, tetapi benar adanya. Perlu dicatat juga bahwa tak peduli efek-efek sensasional apapun yang mungkin ditambahkan Hollywood dalam filmnya, namun demikian semua itu tak dapat dibandingkan dengan kengerian sesungguhnya atas kehadiran nyata roh jahat dalam fenomena kerasukan setan.

Jadi, menanggapi pertanyaan pembaca, jawabnya adalah ya, iblis dapat benar-benar merasuki seseorang, dan ya, Gereja memang mempraktekkan eksorsisme. Berjaga-jagalah! Jauhi segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu gaib, termasuk jaelangkung. Gunakanlah perlengkapan senjata kudus yang melindungi kita dari yang jahat, yaitu doa, Misa, Komuni Kudus, taat pada perintah Allah dan ajaran-ajaran Gereja, serta kerap menerima Sakramen Tobat. Jika kita mengandalkan perlengkapan senjata kudus ini demi mendapatkan rahmat-rahmat Tuhan, maka kita tak perlu khawatir: kasih Tuhan akan senantiasa menang atas yang jahat.

Jumat, 13 Oktober 2017

Kesimpulan

Dari uraian yang cukup panjang lebar di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa hal sehubungan dengan kerasukan setan dan gangguan kejiwaan sebagai berikut:

- Secara teoritis kita bisa memilah-milah perbedaan dan persamaan antara kerasukan setan dengan gangguan kejiwaan, karena ciri-cirinya bisa diidentifikasikan.

Dalam praktek, identifikasi dan diferensiasi antara kedua kondisi di atas tidaklah semudah dan sesederhana teorinya. Dalam teori kita bisa dengan mudah memilah-milah karena berdasarkan data kasus yang sudah terjadi. Namun di dalam kenyataan, seringkali terjadi data text book tidak sesuai dengan fenomena yang dihadapi, karena kita tidak berhadapan dengan benda mati melainkan dengan roh-roh jahat yang memiliki personalitas.

Semua data tentang perbedaan atau persamaan antara gejala-gejala kerasukan dengan gangguan kejiwaan hanya berfungsi sebagai alat bantu. Dalam kenyataan, kita akan diperhadapkan dengan banyak fenomena yang asing, kabur, dan kompleks yang tidak akan mungkin dipecahkan dengan data yang kita miliki. Dalam kondisi demikian peranan Roh Kudus untuk mengaruniakan kemampuan membedakan roh sangatlah kita butuhkan.

Kerasukan setan

1. Apa itu kerasukan setan?

"Kerasukan setan" atau yang disebut juga "dimiliki oleh setan" (demon possession) merupakan suatu fenomena yang dari dulu sampai sekarang masih tetap relevan. Banyak pakar yang telah mencoba untuk mendefinisikannya. Berikut akan diberikan dua definisi.

Merrill F. Unger mendefinisikan demon possession sebagai berikut:

suatu keadaan di mana satu atau lebih roh-roh jahat atau setan-setan menempati tubuh seorang manusia dan dapat mengambil kendali secara sepenuhnya terhadap kehendak korban.419

Sedangkan C. Fred Dickason mendefinisikannya sebagai berikut:

kepasifan atau kontrol yang disebabkan oleh setan sebagai akibat tinggalnya setan dalam diri seseorang, yang memanifestasikan dampak-dampaknya dalam berbagai macam kelainan fisik dan mental dan dalam berbagai macam tingkatan.420

Dari definisi ini kita bisa menggambarkan diri orang yang dirasuk setan seperti sebuah rumah di mana setan atau setan-setan yang menempatinya dapat dengan bebas keluar masuk. Jika suatu waktu setan itu masuk dan mulai melakukan aksi dalam diri sang korban, maka orang itu akan berubah dari kondisi normal dan mulai berperilaku abnormal atau "supranatural" sebagaimana pribadi setan yang menempatinya.

2. Gejala-gejala orang yang kerasukan setan

Kurt Koch, seorang demonolog Kristen dari Jerman mendaftarkan delapan gejala kerasukan setan berdasarkan Markus 5, yaitu:

- orang itu sungguh-sungguh didiami oleh roh jahat (ay. 2)

- memiliki kekuatan fisik luar biasa, melampaui kekuatannya dalam keadaan normal (Ay. 3)

- menjadi liar dan buas (ay. 4)

- mengalami personalitas yang terpisah (terpecah) (ay. 6-7)

- menentang hal-hal yang spiritual (ay. 7)

- memiliki kemampuan clainvoyant (ay. 7)

- menunjukkan perubahan suara yang bervariasi (ay. 9)

- terjadi pemindahan kekuatan okultis (ay. 12-13)421

Gejala-gejala kerasukan setan dalam Markus 5 ini tidak bisa dikatakan mewakili semua manifestasi kerasukan setan dalam Alkitab (PB). Mengapa ? Karena dalam bagian-bagian Alkitab lainnya kita mendapati gejala-gejala lainnya, antara lain:

- gejala-gejala yang mirip epilepsi (Mrk 9:14-29)

- bisu (Mat 9:32-34)

- buta dan bisu (Mat 12:22-30)

- punggung menjadi bongkok (Luk 13:10-13)

Dari data Alkitab tersebut kita melihat bahwa tidak semua kasus kerasukan setan ditandai dengan gejala-gejala penyimpangan perilaku yang spektakuler Banyak juga dijumpai dalam wujud seperti penyakit atau cacat tubuh. Perlu diperhatikan juga bahwa Alkitab, membedakan kasus kerasukan dengan penyakit kejiwaan (Lihat Mat 4:24, di mana sakit ayan dibedakan dari kerasukan.)

Jika di atas kita telah melihat gejala-gejala kerasukan setan dari sumber Alkitab, maka sekarang kita akan meninjaunya dari pengalaman nyata masa kini seperti yang dilaporkan oleh beberapa pakar.

Merrill F. Unger422

Ia memaparkan beberapa gejala kerasukan sebagai berikut:

- adanya proyeksi personalitas baru secara otomatis di dalam diri korban

- pengetahuan supranatural, termasuk kemampuan berbicara dalam bahasa-bahasa yang tidak pernah dipelajari sebelumnya; juga hal-hal lain yang tidak lazim dilakukan manusia normal

- kekuatan fisik yang supranatural

- kerusakan moral

- deep melancholy, kegilaan, ecstatic, kejang-kejang, mulut berbusa, dan lain-lain.

Alfred Lechler423

Ia menyatakan bahwa seseorang yang dirasuk setan akan menampakkan gejala-gejala berikut: kecenderungan untuk berbohong dan berpikiran kotor; takut, gelisah, depresi; dorongan memberontak kepada Allah atau menghujat; brutal dan mengutuk; penyimpangan-penyimpangan seks; tidak menyukai hal-hal rohani; tidak mampu mengatakan atau menuliskan nama Yesus; memiliki kemampuan clairvoyance, melawan tindakan-tindakan konseling; tidak mampu menyebutkan pekerjaan-pekerjaan iblis; tidak sadar diri; berbicara dalam bahasa-bahasa asing; kekuatan fisik yang luar biasa; mengalami kesakitan-kesakitan yang tidak berkaitan dengan suatu luka atau penyakit.

Kurt Koch424
Kurt Koch424

Koch mendaftarkan beberapa gejala menonjol yang ditemuinya dalam pelayanan konselingnya, yaitu:

- menolak ketika diajak berdoa dan membaca Alkitab

- mengalami kekejangan selama berdoa

- menunjukkan reaksi terhadap nama Yesus

- menampakkan clairvoyant ability

- berbicara dalam bahasa-bahasa yang tidak pernah dikenal sebelumnya

Sebagai tambahan, dalam buku liturgi Katolik yang dinamakan Rituale Romenum Tit. X, disebutkan empat macam gejala kerasukan setan, yaitu:

- tahu akan suatu bahasa yang tidak dikenal sebelumnya

- mengetahui tentang hal-hal rahasia dan hal-hal yang jauh di depan

- adanya perwujudan kekuatan dan kuasa yang tidak seperti biasanya

- adanya sikap menentang dan menghujat perkara-perkara yang berhubungan dengan Allah dan gereja

Dari berbagai gejala yang dikumpulkan oleh para ahli di atas, kita bisa melihat adanya kemiripan dengan gejala-gejala yang ditemukan dalam Alkitab. Kita juga mengamati adanya gejala kerasukan yang tumpang tindih dengan gejala-gejala yang ditampakkan oleh beberapa penyakit atau gangguan kejiwaan.

Gangguan kejiwaan

1. Apa yang dimaksud dengan gangguan kejiwaan?

Gangguan kejiwaan (mental illness) dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan terhadap fungsi bagian tertentu dari pikiran (emosi, intelek, dan/atau kehendak) yang dapat dikenali, dengan atau tanpa gangguan terhadap fungsi tubuh; yang cukup dapat dianggap sebagai kondisi abnormal dalam orang tertentu.426

Definisi tersebut merupakan suatu definisi yang sifatnya sangat umum. Sulit untuk membuat definisi yang spesifik tentang gangguan kejiwaan karena pada dasarnya tidak ada suatu garis pemisah yang jelas antara keadaan pikiran yang sehat dengan yang sakit seperti yang bisa dilakukan untuk kesehatan badan.

Ada banyak macam gangguan kejiwaan, namun secara umum dapat digolongkan dalam enam hal berikut:

(1) Organic brain syndrome

(2) Psychosis

(3) Neurosis

(4) Personality disorders

(5) Psychophysiologic (psychosomatic) disorders

(6) Kondisi-kondisi tanpa manifestasi psychiatric disorders427

Karena luasnya bidang cakupan gangguan kejiwaan ini (termasuk juga gejala-gejala gangguan kejiwaan yang teramati), maka dalam artikel ini hanya akan dipaparkan dan dibahas tiga jenis gangguan kejiwaan, yaitu schizophrenia, epilepsy dan multiple personality.

Schizophrenia

Merupakan suatu kelainan di mana pikiran dan kepribadian seseorang terpecah belah. Ada empat tipe schizoprenia.428 Schizoprenia termasuk dalam Psyrhotic disorders.

Gejala-gejala umum yang dapat diamati dalam semua jenis schizoprenia adalah:

- mengalami perubahan dalam relasinya dengan dunia

- selalu mengalami halusinasi

- selalu berpikir bahwa fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa dalam dunia sekitarnya memiliki makna atau tujuan khusus yang berkaitan dengan hidupnya sendiri

- merasa adanya perasaan atau pikiran yang diganggu (ketakutan dan kecurigaan terhadap sesuatu)

- senang menyendiri

- kekejangan pada waktu penyakit kambuh

- tidak perduli terhadap kebersihan pribadi

- menunjukkan pikiran atau kepribadian Tang terpecah.belah (sebentar marah, diam, mengamuk, dan lain-lain)429

Epilepsy

Epilepsi adalah suatu penyakit kejiwaan yang termasuk golongan Organic Brain Disorders. Ada cukup banyak definisi tentang epilepsi.

Berikut akan diberikan beberapa di antaranya.

Beaumont mendefinisikan epilepsi sebagai suatu kelainan atau penyakit kronis yang ditandai dengan adanya serangan ketidaksadaran yang berulang kali, dengan atau tanpa kejang-kejang, akibat suatu penyebab yang tidak dikenal.430 Sedangkan Walshe mendefinisikannya sebagai ekspresi dari suatu gangguan yang mendadak dan sementara terhadap fungsi-fungsi serebral (syaraf otak).431 Sementara itu menurut Lahey dan Ciminero432, epilepsi merupakan suatu kelainan yang mendadak yang bervariasi dan melibatkan gangguan-gangguan neuro-chemical sehingga mengakibatkan transmisi dalam sel-sel otak secara berlebihan dan abnormal.433

Dari definisi-definisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa epilepsi terjadi karena adanya suatu kelainan fungsi fisiologis dalam otak. Gejala-gejalanya dapat terjadi berulang kali dan kronis. Sebenarnya epilepsi bukan suatu penyakit spesifik, melainkan hanya suatu tanda adanya beberapa gangguan organis, terutama pada otak.434

Gejala-gejala epilepsi secara umum adalah:19)

- aura, yaitu tanda-tanda awal serangan epilepsi. Berupa rasa pusing, sakit kepala, gangguan-gangguan pada penglihatan dan pendengaran, sedikit kekejangan pada otot

- fase kejang-kejang (tonic phase), yang didahului dengan hilangnya kesadaran lalu diikuti kontraksi semua otot tubuh sehingga menjadi sangat kaku (tangan, kaki, leher, dll.); jari-jari tangan menggenggam, mulut terkatup rapat dan berbusa

- fase tertidur (postconvulsive coma); setelah fase kejang-kejang tersebut di atas, pasien akan tertidur pulas selama satu jam atau lebih; kemudian setelah sadar, biasanya ia akan kebingungan dan tidak ingat apa yang baru saja terjadi

Multiple Personality

Multiple personality adalah suatu kelainan di mana pola perilaku atau kepribadian yang khas dari seorang individu bergant
Multiple Personality

Multiple personality adalah suatu kelainan di mana pola perilaku atau kepribadian yang khas dari seorang individu berganti atau berubah dengan cepat. dan berulang kali dari yang satu kepada yang lain. Hal ini menimbulkan kesan ada lebih dari satu kepribadian dalam diri orang tersebut.

Dalam dunia psikiatri, kasus-kasus kelainan ini termasuk langka. Dilaporkan bahwa sampai tahun 1944 hanya ditemukan 16 kasus dan kurang dari 100 dalam tahun 1972.435

2. Beberapa contoh kasus

Dari beberapa contoh kasus di bawah ini kita dapat melihat gejala-gejala multiple personality.

a. Kasus Miss Sally Beauchamp436

Kasus ini pertama kali dilaporkan oleh Dr. Morton Prince pada tahun 1905. Dilaporkan bahwa Miss Beauchamp memiliki tiga kepribadian utama (B1, B2, B425. B1 diasumsikan sebagai kepribadian aslinya. Pada waktu-waktu tertentu, B1 hilang, digantikan dan dikendalikan oleh B2 atau B3 yang sama sekali berbeda. Pribadi-pribadi ini melakukan hal-hal yang sama sekali tidak disukai oleh Bl. Misalnya, salah satu pribadi ketika mengontrol pergi ke luar kota dan mengumpulkan ular, labah-labah, kemudian dikirimkan kepada B1. Dari penelitian Prince, didapati bahwa B1 sama sekali tidak mengenal B2 dan B3. Di lain pihak B3 mengenal baik tindakan B1 dan B2, namun hanya tahu pikiran Bl.

b. Kasus Eva437

Kasus ini muncul pada tahun 1977. Seorang wanita yang dikenal dengan nama samaran Eva dilaporkan memiliki 24 kepribadian yang terpisah.

c. Kasus Sybil 23)

Dilaporkan oleh Schreiber pada tahun 1976. Sybil memiliki 16 pribadi berbeda yang berkembang dalam 42 tahun.

Jadi jelas terlihat bahwa multiple personality kebanyakan terjadi pada wanita. Kepribadian-kepribadian yang ada tidak terjadi atau muncul pada waktu yang bersamaan, tetapi berkembang dalam suatu kurun waktu tertentu (bisa bertahun-tahun). Pribadi-pribadi yang berbeda itu bisa saling mengenal atau menyadari, bisa pula tidak. Perlu juga ditambahkan bahwa pribadi yang berkembang lebih belakangan akan mengembangkan sistem memori tersendiri dan akan mengalami perkembangan menjadi pribadi sendiri yang lain.438

 
copyright © 2005-2017 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) | Laporan Masalah/Saran | Join Facebook Alkitab SABDA
Tampilkan Alkitab
   

Pencarian Universal:
  
Hanya dalam TB
Pencarian Tepat
Pencarian Khusus
Tafsiran/Catatan
Studi Kamus
Studi Kata
Leksikon
Sistem Studi Peta
Ilustrasi Khotbah
Ekspositori
Gambar
Resource
Bacaan Alkitab Harian
SABDA web
CD SABDA
Alkitab Mobile
TIP #33: Situs ini membutuhkan masukan, ide, dan partisipasi Anda! Klik "Laporan Masalah/Saran" di bagian bawah halaman. [SEMUA]
dibuat dalam 0.02 detik
dipersembahkan oleh YLSA
Alkitab SABDA
Antarmuka : Indonesia | Inggris Versi :  Preferensi   Pencarian Khusus                             Home | YLSA | Download | Fitur | Font | Tutorial | FAQ | Interaktif | Tentang Kami

Tentang kerasukan 3

Dari berbagai gejala kerasukan setan dan gangguan kejiwaan (yang secara khusus difokuskan pada tiga macam kelainan di atas) kita mendapati bahwa di dalamnya ada hal-hal yang sama, tetapi ada juga yang berbeda. Hal-hal yang sama inilah yang seringkali menimbulkan masalah dan kesulitan dalam usaha menyimpulkan diagnosa apakah seseorang itu memang kerasukan atau hanya menderita gangguan kejiwaan atau bahkan kedua-duanya.

Seseorang yang kerasukan setan maupun yang sakit jiwa bisa mengalami gejala-gejala umum yang sama sebagai berikut:

- kepribadian atau pikiran yang terpecah

- mengalami halusinasi

- mengalami kejang-kejang; jatuh ke tanah dan berguling-guling; mulut berbusa

- senang menyendiri (sikap asosial)

- bisa berbicara dengan bahasa-bahasa yang tidak dapat dipahami pendengarnya

- mengabaikan kebersihan diri

Walaupun ada banyak gejala yang sama-sama bisa diamati baik pada penderita kerasukan maupun gangguan kejiwaan, namun kita masih bisa mendeteksi beberapa perbedaan di antara keduanya, sehingga kita masih bisa mengadakan identifikasi dan diferensiasi antara keduanya.

Biasanya orang yang kerasukan setan mengalami perubahan suara, yang khas dan kontras. Misalnya, seorang wanita muda mengeluarkan suara seorang laki-laki, atau sebaliknya. Fenomena semacam ini tidak akan pernah dijumpai dalam kasus-kasus gangguan kejiwaan. Demikian juga dengan kepribadiannya, orang yang kerasukan bisa dalam sekejap berubah pribadinya. Dalam multiple personality juga terjadi perubahan kepribadian, akan tetapi hal ini terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama (tidak dalam sekejap).

Seorang yang dirasuk setan pada umumnya menunjukkan kemampuan clairvoyance (bdk. Ks 16:16). Ia mampu mengetahui hal-hal yang tidak kelihatan atau yang belum terjadi secara jitu. Misalnya, ia bisa menunjukkan dosa-dosa tertentu dari seseorang, atau meramal sesuatu dengan tepat. Hal semacam ini tidak ditemui dalam kasus-kasus gangguan kejiwaan.

Kekuatan atau tenaga seseorang yang kerasukan setan menjadi berlipat ganda. Tampaknya semakin lama ia menjadi semakin kuat, bahkan tidak jarang ia mampu melemparkan beberapa orang yang berusaha memeganginya atau memutuskan tali-tali pengikatnya. Seseorang yang kerasukan tidak menampakkan tanda-tanda kesakitan walaupun dalam kondisi terluka. Dalam kasus gangguan kejiwaan, pasien bisa juga mengamuk dan menunjukkan peningkatan kekuatan, namun hal ini ada batasnya. Setelah beberapa saat biasanya ia akan menjadi lemas karena kehabisan tenaga.

Sebenarnya perbedaan yang sangat kontras lebih banyak terlihat pada waktu diadakan bimbingan rohani. Pada kasus-kasus kerasukan, biasanya korban akan menunjukkan perlawanan yang aktif. Misalnya, ia akan menjadi gelisah dan menolak ketika diajak berdoa. Pada waktu diminta untuk membaca Alkitab, setiap sampai pada kata atau frase yang mengandung unsur yang berkaitan dengan Yesus, ia akan mengalami kesulitan dalam membaca atau mengejanya, biasanya hal itu akan dilompati. Juga ketika diusir dalam nama Yesus, penderita kerasukan akan menampakkan reaksi yang sangat jelas, misalnya: menjerit-jerit ketakutan, berputar-putar, dan lain-lain.

Terakhir, perlu juga ditambahkan, bahwa dalam rangka membedakan kedua keadaan tersebut, kita perlu dan harus bergantung penuh kepada kuasa Tuhan. Bisa terjadi beberapa kasus sangat sulit untuk diidentifikasi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mungkin hal ini karena roh jahat yang merasukinya termasuk jenis yang pandai menipu dan berpura-pura (Ingat, dalam dunia rohpun ada tingkatan-tingkatannya). Justru di sinilah kita memerlukan karunia membedakan roh yang berasal dari Roh Kudus, sehingga mampu memutuskan tindakan yang tepat.

Tentang kerasukan 2

Kerasukan Setan dan Eksorsisme

oleh: P. William P. Saunders *

Saya menonton film “Exorcist”. Dapatkah setan benar-benar merasuki seseorang? Apakah Gereja sungguh mempraktekkan eksorsisme?
~ seorang siswa menengah di Sterling

Setan dan roh-roh jahat memang sungguh dapat merasuki seseorang. Kata “eksorsisme” berasal dari kata Latin “exorcizare” yang berarti “mengusir” atau “menghalau”. Dalam Perjanjian Baru diceritakan beberapa kisah kerasukan setan dan Tuhan kita melakukan eksorsisme atau mengusir setan-setan dan roh-roh jahat tersebut. Sebagai contoh, Yesus mengusir roh-roh jahat (yang menyebut diri sebagai “Legion”) di Gerasa. Orang yang kerasukan roh jahat itu begitu kuat hingga dapat memutuskan rantai yang membelenggunya serta menghancurkannya. Pada akhirnya, roh-roh jahat itu memasuki kawanan babi serta membinasakan mereka (bdk Mrk 5:1-20). Dalam setiap kisah pengusiran setan, kita melihat bahwa Kristus dengan penuh kemenangan menaklukkan iblis dan roh-roh jahat.

Kristus juga memberikan kuasa kepada para Rasul untuk mengusir roh-roh jahat dalam nama-Nya, “Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan” (Mat 10:1). Praktek eksorsisme dicatat dalam tulisan-tulisan para Bapa Gereja awali, termasuk St Yustinus, Martir (wafat 165), Tertulianus (wafat 230) dan St Sirilus dari Yerusalem (wafat 386). Sepanjang abad, Gereja mendokumentasikan dengan baik kasus-kasus kerasukan setan dan eksorsisme, termasuk kasus yang menjadi dasar cerita film “Exorcist” (walau baik Hollywood maupun bukunya tidak mengisahkannya tepat seperti fakta yang sesungguhnya).

Berdasarkan data biblis dan dasar historis seperti di atas, kita dapat membahas masalah ini dengan lebih baik. Pastor Jordan Aumann, O.P., seorang professor teologi spiritual yang terkemuka, menawarkan definisi sebagai berikut, “Kerasukan setan merupakan suatu fenomena di mana setan memasuki tubuh seorang yang hidup serta menggerakkan pancaindera dan anggota-anggota tubuhnya seolah ia menggunakan tubuhnya sendiri. Setan sungguh tinggal dalam tubuh korban yang malang; setan mengendalikan serta memperlakukannya sebagai miliknya sendiri. Mereka yang menderita akibat dimasuki secara paksa oleh setan disebut kerasukan setan” (Spiritual Theology, 408). Walau demikian, jiwa orang tidak dapat dimasuki atau dikuasai, dan dengan demikian tetap bebas; dalam arti, jiwa - yaitu orang itu sendiri - bagaikan dalam keadaan melayang. Paus Benediktus XIV dalam pengajarannya “De servorum Dei beatificatione, et beatorum canonizatione” memaklumkan, “Roh-roh jahat, dalam diri orang yang mereka rasuki, bagaikan motor dalam tubuh yang mereka gerakkan, namun dengan suatu cara yang begitu rupa hingga roh-roh jahat itu tak dapat menanamkan suatu sifat apa pun pada tubuh atau memberinya suatu bentuk eksistensi baru, ataupun, tepatnya, menjadi suatu makhluk tunggal, bersama orang yang dirasukinya.”

Dalam menentukan apakah seseorang dirasuki oleh setan atau roh-roh jahat, Gereja akan pertama-tama memastikan bahwa orang tersebut menjalani pemeriksaan jasmani dan kejiwaan yang seksama. Para pejabat Gereja juga akan berusaha mendapatkan tanda-tanda lain: fenomena fisik yang tak dapat dijelaskan, misalnya orang melayang atau benda-benda bergerak tanpa sebab yang jelas; orang memperlihatkan kekuatan yang melampaui batas wajar; orang mengerti dan mempergunakan bahasa-bahasa kuno yang sebelumnya sama sekali tak dikenalnya, seperti berbicara dalam bahasa Aram; orang mengetahui rahasia hidup pribadi tertentu, khususnya sang eksorsis (= pengusir setan), yang tak mungkin diketahui orang lain. Tanda lainnya adalah orang dengan keras menolak Tuhan, Bunda Maria, para kudus, salib dan gambar-gambar kudus yang diwujudkannya dalam bentuk kata-kata hujat atau tindakan-tindakan sakrilegi. Setan juga menyatakan kehadirannya melalui tindakan-tindakan angkara murka dan kekerasan, serta melalui hujat, sakrilegi, kata-kata jorok dan cabul. Uskup akan memberikan wewenang eksorsisme hanya setelah pemeriksaan yang seksama dan pertimbangan yang matang atas segala bukti, dan kemudian menunjuk seorang imam guna melakukan eksorsisme.

Ritual Romawi menetapkan suatu Ritus Eksorsisme yang meliputi serangkaian doa, berkat dan seruan pengusiran setan. (Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen menerbitkan revisi ritual eksorsisme pada tanggal 26 Januari 2000, dengan sepersetujuan Paus Yohanes Paulus II). Perlengkapan senjata kudus yang dipergunakan dalam suatu eksorsisme meliputi: menerima Sakramen Tobat, menyambut Komuni Kudus, puasa dan doa (teristimewa mendaraskan rosario), penggunaan sakramentali (seperti memberkati dengan air suci, menghadirkan salib atau gambar-gambar religius lainnya), memberkati dengan reliqui para kudus, serta menyerukan nama Tuhan Yesus, Santa Perawan Maria dan Santo Mikhael. Guna menegaskan kuasa sakramentali, St Theresia dari Avila dalam Buku Riwayat Hidupnya mengatakan, “Seringkali kualami bahwa tak ada yang membuat iblis lari terbirit-birit - tanpa pernah kembali lagi - selain dari air suci” (Bab 31); ia mengajarkan bahwa setan tak dapat tahan akan nama Yesus, salib dan air suci. Ritual eksorsisme diulangi hingga setan berhasil diusir keluar dari orang yang kerasukan, kemudian eksorsis memohon kepada Tuhan untuk jangan pernah mengijinkan setan merasuki orang itu lagi.

Sepanjang peristiwa kerasukan dan bahkan saat eksorsisme, orang yang bersangkutan tak hanya mengalami masa-masa krisis di mana pergulatan dengan iblis tampak nyata, melainkan mengalami juga masa-masa tenang di mana orang mengira bahwa kerasukan telah berakhir. Yang menarik, setelah eksorsisme, orang yang kerasukan tak lagi ingat akan apa yang terjadi selama ia dirasuki setan.

Mengapakah Tuhan membiarkan setan merasuki seseorang? Kita patut ingat bahwa kita semua berjuang melawan godaan-godaan dari penguasa dunia ini. Bagaimanapun, kita adalah korban-korban tak berdaya dari dosa asal dan kita membutuhkan rahmat Tuhan untuk melakukan segala yang baik dan kudus. Ketika ritual eksorsisme yang baru diterbitkan, Kardinal Medina, Prefect Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen memaklumkan dengan sangat tegas, “… Saya hendak menegaskan bahwa pengaruh jahat setan dan para pengikutnya biasanya dilakukan melalui dusta dan kebimbangan. Yesus adalah Kebenaran; iblis adalah bapa segala dusta. Ia memperdayakan umat manusia dengan membuat manusia percaya bahwa kebahagiaan didapatkan dalam harta, kuasa atau keinginan daging. Ia memperdayakan manusia agar berpikiran bahwa mereka tidak membutuhkan Tuhan, bahwa rahmat dan keselamatan tidaklah perlu. Ia bahkan memperdayakan manusia dengan menyamarkan perasaan berdosa atau bahkan melenyapkannya sama sekali; ia menggantikan hukum Tuhan sebagai patokan moral dengan adat atau kebiasaan mayoritas.” Karenanya, para penulis rohani beranggapan bahwa orang rentan terhadap kerasukan yang demikian, melalui, misalnya, gaya hidup yang mengakibatkan dosa berat, biasa melakukan kejahatan, berhasrat mengenal ilmu gaib dan terpikat oleh bentuk-bentuk spiritisme, magi dan sihir. Sebagai contoh, dalam kisah nyata yang menjadi dasar dari kisah “The Exorcist”, si anak, sebelum kerasukan, biasa ikut serta dalam praktek memanggil roh-roh orang mati yang dilakukan oleh bibinya, dan ia sendiri mulai bermain jaelangkung.

Mengapakah setan merasuki seseorang? Dalam buku “The Exorcist”, imam senior, Pastor Merrin, berbicara kepada Pastor Karras muda yang bertanya kepadanya, “Mengapakah gadis ini? Sama sekali tak masuk akal.” Pastor Merrin, seorang eksorsis yang berpengalaman, menjawab, “Aku pikir, tujuannya adalah membuat kita putus asa - melihat diri kita sendiri sebagai binatang yang buruk, menolak kemungkinan bahwa Tuhan dapat mengasihi kita.” Walau teks ini adalah fiksi, namun demikian pesan yang disampaikannya benar. Entah melalui kengerian dosa atau kerasukan, setan hendak mematahkan keyakinan kita bahwa Tuhan mengasihi kita lebih dari yang dapat kita bayangkan dan Tuhan bahkan bersedia mengampuni dosa apapun, asal saja kita menyesalinya dengan sungguh. Kita wajib terus-menerus berpaling kepada Allah kita, biarlah mata kita menatap lekat kepada-Nya. Kita wajib mendayagunakan perlengkapan rahmat yang Tuhan percayakan kepada Gereja-Nya, teristimewa Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi, sakramentali, seperti salib dan air suci. Doa setiap hari juga sangatlah penting, termasuk mendaraskan Doa kepada Malaikat Agung St Mikhael. Kita memiliki pengharapan yang besar, sebab Tuhan kita adalah “jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6) yang “telah mengalahkan dunia” (Yoh 16:33). Cinta kasih Allah akan senantiasa menaklukkan yang jahat.             

“The Exorcist”, baik versi buku maupun film, bertolak dari suatu kisah nyata kerasukan setan. Kita patut ingat bahwa buku, dan terutama film, memiliki unsur-unsur ala “Hollywood” yang sensasional, yang adalah fiksi belaka.

Kisah nyata yang sebenarnya bermula pada bulan Januari 1949, melibatkan seorang anak laki-laki berusia 13 tahun bernama Robbie yang tinggal bersama kedua orangtua serta neneknya di Mt. Rainier, Md (Beberapa sumber menyebutkan bahwa keluarga tersebut sebenarnya tinggal dekat Cottage City; mungkin, pihak yang berwajib bermaksud merahasiakan tempat kejadian yang sesungguhnya guna melindungi si anak). Robbie sangat akrab dengan bibinya yang seringkali mengunjungi keluarga mereka dari St. Louis, Mo. Bibinya itu seorang medium yang biasa berhubungan dengan dunia roh. Tidak saja bibinya itu membangkitkan minat Robbie akan praktek gaib ini, melainkan ia juga mengajarinya bagaimana bermain jaelangkung.

Fenomena ganjil mulai terjadi pada tanggal 10 Januari 1949. Keluarga tersebut mendengar bunyi cakaran di dinding-dinding, tetapi para petugas pembasmi tidak mendapati bukti akan adanya binatang maupun serangga pengganggu. Barang-barang bergerak dengan sendirinya: meja akan terbalik, kursi akan bergerak melintasi ruangan, jambangan akan terbang di udara dan lukisan Kristus akan bergetar. Malam hari, Robbie merasakan cakaran-cakaran di tempat tidurnya; kerap kali ia diganggu mimpi-mimpi buruk.

Sesudah kematian bibinya yang tiba-tiba pada tanggal 26 Januari, Robbie terus bermain jaelangkung untuk berkomunikasi dengannya dan dengan roh-roh lainnya. Fenomena ganjil juga terus berlanjut. Di samping itu, perangai Robbie berubah - ia menjadi kacau, gelisah dan cepat marah.

Pada bulan Februari, orangtuanya mengajak Robbie menemui pendeta Lutheran mereka, Rev. Schulze. Karena minatnya pada ilmu gaib, pendeta berpikiran bahwa mungkin suatu roh jahat sedang mengganggu keluarga tersebut. Rev Schulze mengijinkan Robbie pindah ke rumahnya untuk pemeriksaan selama beberapa hari lamanya. Pendeta melihat sendiri kursi-kursi dan benda-benda lain bergerak dengan sendirinya. Melihat tempat tidur bergoncang, ia memindahkan kasurnya ke atas lantai, di mana kasur lalu meluncur dengan sendirinya. Rev Schulze menjadi curiga akan kehadiran roh jahat.

Sesuai saran Rev Schulze, keluarganya membawa Robbie ke Klinik Kejiwaan Universitas Maryland untuk menjalani pemeriksaan. Setelah dua rangkaian pemeriksaan, tak ditemukan suatupun yang abnormal. Rev Schulze kemudian menyarankan keluarga tersebut untuk menghubungi imam Katolik setempat.

Robbie dan kedua orangtuanya menemui Pastor Hughes dari Gereja Katolik St Yakobus di Mt. Rainier. Sementara bertanya jawab dengan Robbie, Pastor Hughes melihat telepon dan benda-benda lain dalam kamar kerjanya bergerak dengan sendirinya. Robbie juga melontarkan kata-kata jorok dan hujat pada imam dalam suara yang aneh, seperti suara roh jahat. Ruangan menjadi ngeri serta menyeramkan. Pastor Hughes yakin bahwa Robbie kerasukan setan. Setelah mempelajari fakta dan juga catatan kesehatan yang ada, Kardinal O'Boyle menyetujui dilakukannya eksorsisme.

Robbie dibawa ke Rumah Sakit Georgetown di mana Pastor Hughes memulai ritual eksorsisme. Anak laki-laki itu menjadi buas, meludah dan muntah-muntah. Ia melontarkan kata-kata jorok dan hujat kepada Pastor Hughes. Walau dibelenggu di atas tempat tidur, Robbie berhasil melepaskan diri dan mencabut sebuah pegas logam yang ia cambukkan kepada Pastor Hughes dari bahu kiri hingga ke pergelangan tangannya. Dibutuhkan seratus jahitan guna menutup luka menganga di tubuh imam. Robbie tampak tenang setelah melakukan serangan ini, tak ingat akan aniaya yang ia lakukan. Robbie dilepaskan dan dihantar pulang.

Peristiwa aneh segera terjadi kembali di rumah mereka. Suatu malam, ketika Robbie sedang merapikan tempat tidurnya, tiba-tiba ia menjerit. Suatu kata berdarah telah digoreskan pada dadanya: Louis. Ibunya bertanya apakah ini artinya “St Louis”, dan suatu kata berdarah lainnya muncul: ya.

Hampir seketika itu juga, keluarga mereka berangkat untuk mengunjungi sepupu Robbie di St Louis. Fenomena ganjil yang sama mulai terjadi. Sepupunya, seorang mahasiswi di Universitas St Louis, membicarakan hal tersebut kepada salah seorang imam professor, Pastor Bishop, S.J. Imam kemudian menghubungi salah seorang sahabatnya, Pastor Bowdern, S.J., imam dari Gereja St Fransiskus Xaverius.

Kedua imam dan seorang frater Yesuit pergi mewawancarai Robbie pada tanggal 9 Maret 1949. Mereka melihat cakaran zig-zag berdarah pada dada anak itu. Mereka mendengar bunyi-bunyi cakaran. Mereka melihat sebuah lemari buku yang besar bergerak dan berputar dengan sendirinya, dan sebuah bangku bergerak melintasi ruangan. Tempat tidur Robbie bergoncang sementara ia berbaring di atasnya. Ia mencecarkan kata-kata jorok dan hujat kepada mereka. Para imam ini tahu bahwa mereka sedang berhadapan dengan si jahat.

Mereka mengajukan permohonan kepada Kardinal Ritter agar diijinkan melakukan eksorsisme. Setelah memeriksa semua bukti yang ada termasuk hasil pemeriksaan medis dan psikiatris, Bapa Kardinal mengabulkan permohonan mereka pada tanggal 16 Maret.

Sementara para imam memulai Ritus Eksorsisme, Robbie menjadi buas. Ia mengeluarkan suara lolongan dan geraman. Ranjang bergoncang turun naik. Di dadanya muncul cakaran-cakaran berdarah dengan kata-kata neraka dan iblis, dan bahkan gambar setan. Robbie meludahi para imam sementara ia mencecarkan kata-kata jorok dan hujat, sembari sesekali tertawa keji.

Demi keselamatannya sendiri dan keluarga, Robbie kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Alexian Brothers dan ditempatkan dalam bangsal sakit jiwa. Pastor Bowdern terus melanjutkan eksorsisme. Dengan persetujuan keluarga, Robbie dibaptis Katolik. Ketika Pastor Bowdern berusaha memberinya Komuni Kudus-nya yang Pertama, lima kali Robbi meludahi Hosti Kudus; maka mereka berhenti untuk mendaraskan Rosario, dan pada akhirnya Robbie menyambut Ekaristi Kudus.

Pada tanggal 18 April, Senin Paskah, eksorsisme mencapai puncaknya. Sementara Pastor Bowdern melanjutkan ritual, setan mengenali kehadiran Malaikat Agung St Mikhael; roh jahat itu dihalau keluar dari Robbie. Suatu suara seperti ledakan terdengar menggema di seluruh rumah sakit. Setelah segala aniaya roh jahat ini, Robbie sama sekali tak ingat akan peristiwa kerasukan setan ini, kecuali penampakan St Mikhael. Yang menarik, The Washington Post pada tanggal 20 Agustus 1949 memuat berita di halaman depan dengan judul, “Imam Membebaskan Seorang Anak Mt. Rainier yang Dilaporkan Berada dalam Cengkeraman Iblis.”

Sudah pasti, kisah ini amat menyeramkan, tetapi benar adanya. Perlu dicatat juga bahwa tak peduli efek-efek sensasional apapun yang mungkin ditambahkan Hollywood dalam filmnya, namun demikian semua itu tak dapat dibandingkan dengan kengerian sesungguhnya atas kehadiran nyata roh jahat dalam fenomena kerasukan setan.

Jadi, menanggapi pertanyaan pembaca, jawabnya adalah ya, iblis dapat benar-benar merasuki seseorang, dan ya, Gereja memang mempraktekkan eksorsisme. Berjaga-jagalah! Jauhi segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu gaib, termasuk jaelangkung. Gunakanlah perlengkapan senjata kudus yang melindungi kita dari yang jahat, yaitu doa, Misa, Komuni Kudus, taat pada perintah Allah dan ajaran-ajaran Gereja, serta kerap menerima Sakramen Tobat. Jika kita mengandalkan perlengkapan senjata kudus ini demi mendapatkan rahmat-rahmat Tuhan, maka kita tak perlu khawatir: kasih Tuhan akan senantiasa menang atas yang jahat.