Selasa, 18 Juli 2017

Busana Liturgi awam dan doa saat mengenakannya

Keterangan:
Doa-doa berikut adalah modifikasi/hasil kreatifitas penulis berdasarkan terjemahan bebas dari doa imam untuk alba,singel dan stola sebenarnya dengan penyesuaian seperlunya. Berdasarkan apa yang selama ini penulis pelajari dan alami,umat awam terutama para katekis yang sudah dibekali Missio Canonica diperbolehkan(bukan berarti harus) memakai pakaian liturgi yang diperuntukkan untuk dipakai awam dalam melaksanakan pelayanan doa, dan ibadat Katolik.
Pakaian liturgi yang boleh dipakai oleh umat awam,terutama Katekis sebagai perwakilan umat( rasul awam) yaitu alba(bukan jubah),singel,dan samir(sebagai tambahan).
Belajar dari pengalaman ada nilai positif dan negatif yang didapatkan dari pelaksanaan hal tersebut,yaitu:

A. Nilai Positif

-Pemimpin doa/ibadat yang memakai alba,singel,dan samir sesuai dengan warna liturgi lebih mengena dihati umat(umat lebih khusyuk berdoa/beribadah karena ada kharisma tersendiri dari pakaian liturgi yang dipakai).
-warna liturgi dari busana liturgi juga membantu umat untuk lebih memahami masa-masa liturgi;terutama umat yang jarang dan jauh dari pelayanan Ekaristi.
-Umat merasa ibadat biasa(diluar Misa/ekaristi) meriah dan patut dibanggakan serta layak diikuti dengan sepenuh hati;dari pengalaman, pemimpin ibadat yang melaksanakan ibadah dengan pakaian sehari-hari menimbulkan kesan bahwa ibadah itu kurang penting,kurang kudus sehingga umat asal ikut tanpa hati saja dalam ibadah.
-Umat terutama yang jauh dan jarang dilayani oleh imam merasa martabat komunitasnya dapat disandingkan sederajat dengan komunitas gerejawi lain dari denominasi protestan; berdasarkan kenyataan umat Katolik sering disudutkan dengan pernyataan bahwa Katolik itu kok sembarang copot saja yang mimpin ibadah,kok biasa-biasa saja.

B. Nilai Negatif

-Umat dari komunitas gerejawi lain dari denominasi protestan yang hidup berdampingan dengan umat Katolik seringkali mengalami kesalahpahaman sehingga menyamakan katekis(orang awam) dengan imam; asal pakai jubah putih-putih sudah disebut Pastor.
-Umat katolik yang jarang dan jauh dari pelayanan Imam terkadang mengalami kerancuan liturgi yaitu mengganggap ibadat biasa sama dengan Misa/Ekaristi.

Alasan seorang "petugas liturgis awam" Katolik boleh memakai busana liturgis saat memimpin doa/ibadat:

a. Alba adalah busana semua petugas liturgis

Paus,Kardinal/Uskup,imam,Bruder,
Suster,Prodiakon,Lektor dan akolit(pembagi komuni baik biarawan/i atau prodiakon).

b. Singel adalah pasangan alba/busana semua petugas liturgis

Singel berfungsi mengencangkan alba yang desainnya memang longgar. Selain itu singel melambangkan tali kekang/tali penjaga kemurnian. Masih belum ada dokumen Gereja yang melarang umat awam untuk menggunakan singel.

c.Samir adalah busana liturgis tambahan bagi Prodiakon,Akolit,dan Lektor

Samir adalah aksesoris tambahan bagi Prodiakon,akolit dan Lektor. Tentu saja samir Prodiakon dan Lektor/akolit berbeda bentuk.
Petugas liturgis awam lainnya disejajarkan dengan Lektor sehingga boleh memakai samir, karena Lektor juga umat awam.

Kesalahan-kesalahan petugas liturgis awam dalam memakai 3 busana liturgis tersebut:

1. Petugas liturgis awam memakai alba (jubah panjang,resleting di tengah sampai pertengahan dada, dan desainnya longgar) bukan memakai jubah panjang para uskup dan imam(jubah panjang, pas dibadan, dan memiliki kancing dari leher sampai bawah jubah).

2. Singel untuk petugas liturgis awam diikat/disimpul di pinggang kanan, bukan di pinggang kiri(karena untuk diakon tertahbis),bukan juga di depan( untuk imam atau uskup).

3. Samir yang dipakai oleh petugas liturgi awam yaitu Samir Lektor bukan samir Prodiakon. Samir Lektor boleh dipakai katekis atau tetua umat yang memimpin doa/ibadat apapun. Samir Prodiakon hanya untuk Prodiakon,katekis yang bukan Prodiakon pun tidak dibenarkan memakai samir Prodiakon.
Dibeberapa tempat sering terjadi samir yang dipakai terbalik,salah beli sehingga terjadilah Para Lektor memakai samir Prodiakon.

4. Samir tidak dibenarkan ditambah dengan aksesoris "salib menggantung" sehingga memiliki kemiripan dengan "privilese uskup".
Dibeberapa tempat masih banyak ditemukan para Prodiakon yang memakai samir lengkap dengan salib.

5. Penulis juga mempertanyakan mengapa ada samir yang mirip dengan "pallium" uskup atau Paus,padahal itu dilarang. Kalau dilarang seharusnya tidak lagi diproduksi,tapi toh toko-toko Rohani yang berlabel Katolik "masih" memproduksinya.

Menyadari hal tersebut alangkah baiknya ini menjadi bahan pemikiran umat Katolik bersama. Penulis berharap para katekis,atau tetua umat yang ingin "tampil" juga dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi tentang pakaian liturgi yang pantas dipakai.

Mengenai doa di bawah ini, penulis berpikir tidak ada salahnya merancang doa yang agak mirip dengan doa seorang imam saat akan memakai busana liturgisnya. Doa-doa ini sangat membantu petugas liturgi awam agar lebih menghayati makna dari pakaian liturgis dan pelayanannya. Semoga,Amen.

ALBA
Simbol : warna putih melambangkan kemurnian hati

Doa :

"Jadikan aku putih, ya Tuhan, dan bersihkan hatiku; agar menjadi putih di dalam darah Anak Domba, sehingga aku layak mendapatkan ganjaran abadi. Amen."

SINGEL
Simbol: Singel melambangkan nilai kemurnian/pengikat kemurnian

Doa :

"Berkati aku, Tuhan, dengan nilai kemurnian, dan padamkan hawa nafsu dalam hatiku, agar saluran kebajikan dan kesucian boleh tinggal di dalam diriku. Amen"

SAMIR
Simbol: Samir melambangkan otoritas Gereja yang mendasari/menyertai tugas pelayanan

Doa:

"Tuhan,perbaikilah nilai keabadian, yang hilang karena dosa leluhur pertama kami, sehingga kami yang tidak layak mendekati misteri kekudusan-Mu,boleh mendapatkan sukacita abadi.Amen"

1 komentar:

  1. Saya pribadi sangat mendukung dengan sepenuh hati niat baik yang tertuang dalan tulisan ini.
    Kiranya KWI memperhatikan dengan bijak dalam terang iman akan niat baik agar Pemimpun Ibadat di Kring atau di Kelompok Umat Basis dapat mengenakan Pakaian Liturgi untuk Pemimpin Doa.
    Ajuda di Gereja saat Misa saja mereka mengenakan Pakaian Ajuda.
    Renungkankah dengan rendah hati ; bukankah ada firman yang mengatakan "Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku . Aku hadir di tengah-tengah kamu".
    Tuhan hadir saat kita berdoa bersama. Pemimpin Doa tentunya sangat diharapkan mengenakan pakaian Liturgi.
    Coba bandingkan dengan saudara-saudaru kita dari Gereja Sebelah (bukan Katolik) sebagai Majelis atau Penatua Jemaat yang bukan Pendeta ; saat memimpin Ibadah di keluarga2 mereka mengenakan selempang Doa seperti Stola .
    Sekiranya ada Pastor Katolik dari Keuskupanku yang membaca komentar sederhana ini untuk tolong bicarakanlah hal ini di tingkat Komisi Liturgi Keuskupan agar ada tidak lanjutnya untuk mewujydnyatakan kerinduan ini bagi kemukiaan BAPA dan PUTERA dan ROH KUDUS - ALLAH Yang Esa yang kita sembah dalan Nama YESUS.

    BalasHapus